Aspek-Aspek Psikologis Dalam
Konseling
Dalam bagian ini akan
dipaparkan beberapa aspek psikologis.
a. Kognisi Dalam Konseling
Kognisi merupakan bagian intelek yang merujuk pada penerimaan,
penafsiran, pemikiran, pengingatan, pengkhayalan atau penciptaan, pengambilan
keputusan dan penalaran. Bagaimana orang memandang satu kejadian seringkali
menentukan reaksi emosi dan kombinasi kognisi dengan emosi akan menghasilkan
respon perilaku. Sebagai konsekuensinya, walaupun dua orang mengalami kejadian yang
sama, mungkin akan memberikan reaksi yang berbeda.
b. Emosi Dalam Konseling
Emosi merupakan warna afektif yang menyertai setiap perilaku individu
yang berupa perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi
situasi tertentu. Interaksi antara kognisi, emosi dan tindakan mencerminkan
satu sistem hubungan sebab akibat. Makna Emosi Arnold, dalam
Surya (2003), menyebutkan bahwa emosi yaitu rasa dan atau
perasaan yang membuat kecenderungan yang mengarah terhadap sesuatu yang secara
intuitif dinilai sebagai hal yang baik dan bermanfaat, atau menjauhi dari
sesuatu yang secara intuitif dinilai buruk atau berbahaya. Tindakan itu diikuti
oleh pola-pola perubahan fisiologis sejalan dengan mendekati atau menghindari
obyek. Pola tindakan berbeda antara emosi yang berbeda. Goleman (1996)
menganggap emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu
keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak
c. Motivasi Dalam Konseling
Salah satu aspek dalam konseling adalah motivasi, yaitu memberikan
dorongan kepada klien agar mampu melaksanakan perilaku dalam upaya memecahkan
maslahnya secara efektif dan produktif.
Konsep Motivasi
Motivasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan untuk mewujudkan
perilaku tertentu yang terarah kepada suatu tujuan tertentu. Motivasi memiliki
karakteristik: 1) sebagai hasil dari kebutuhan. 2) terarah pada tujuan, 3)
menopang perilaku. Motivasi dapat dijadikan sebagai dasar penafsiran,
penjelasan dan penaksiran perilaku. Menurut Wexley & Yukl (1977),
motivasi didefinisikan sebagai proses yang membangkitkan dan mengarahkan
tindakan. Sedangkan menurut Morgan, C.T (1979), motivasi adalah suatu keadaan
yang menggerakkan, mengarahkan tingkah laku individu. Dari beberapa definisi
tersebut, secara umum dapat dikatakan bahwa istilah motivasi ini digunakan
untuk menunjukkan pengertian: 1) pemberi daya / pembagkit tingkah laku manusia,
2) pemberi arah pada tingkah laku manusia. Dalam hal ini, fungsi konselor dalam
konseling adalah memberikan motivasi kepada klien untuk melaksanakan
tugas-tugasnya sebaik mungkin secara efektif dan produktif.
d. Perkembangan dalam Konseling Makna Perkembangan
Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan
kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati.
Pengertian perkembangan yang lain adalah perubahan-perubahan yang dialami
individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya yang
berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan, baik
menyangkut fisik maupun psikis. (Yusuf, LN, 2002).
C. Persamaan, perbedaan
konseling dan psikoterapi
Adanya pengertian & konsep yang tumpang tindih antara psikoterapi
& konseling yang sulit dihindari, maka dewasa ini kedua istilah ini
seringkali muncul bersama.
Namun
secara umum, persamaan & perbedaannya dapat dilihat sebagai berikut :
Persamaan
:
1. Dasar : Teori, Metode & data ilmiah yang telah
dikaji secara empirik (observasi, wawancara, test, teori-teori)
- Teknik-teknik
ilmiah : Pembicaraan, latiha-latihan
- Aturan
: Biaya, waktu, tempat, alat-alat
Perbedaan
Konseling
|
Psikoterapi
|
Preventif
|
Kuratif
|
Fokus : Edukasi, perkembangan
|
Fokus: Remedial
|
Setting: Sekolah, industry, Sosial work dll..
|
Setting: Rumah sakit, Klinik, Praktek pribadi
|
Supportive
|
Reconstructive
|
Penekanan Normal atau masalah ringan
|
Penekanan “disfungsi” / masalah berat
|
Persentase
waktu yang digunakan oleh konselor & psikoterapis dalam aktivitas
profesionalnya :
Proses
|
Konseling (%)
|
Psikoterapi (%)
|
listening
|
20
|
60
|
Questioning
|
15
|
10
|
Evaluating
|
5
|
5
|
Interpreting
|
1
|
3
|
Supporting
|
5
|
10
|
Explaining
|
15
|
5
|
Informing
|
20
|
3
|
Advising
|
10
|
3
|
Ordering
|
9
|
1
|
Secara umum
perbedaan antara konseling dan psikoterapi adalah:
1. Klien yang menjalani konseling tidak digolongkan
sebagai penderita penyakit jiwa, tetapi dipandang sebagai seseorang yang mampu
memilih tujuan-tujuannya, membuat keputusan dan secara umum bisa bertanggung
jawab terhadap perbuatannya sendiri dan terhadap hari depannya.
2. Konseling dipusatkan pada keadaan sekarang dan
yang akan datang.
3. Klien adalah klien dan bukan pasien. Konselor
bukanlah tokoh otoriter namun adalah seorang pendidik dan mitra dari klien
dalam melangkah bersama untuk mencapai tujuan.
4. Konselor tidaklah netral secara moral atau tidak
bermoral, melainkan memiliki nilai-nilai perasaan dan normanya sendiri,
meskipun konselor tidak perlu memaksakan hal ini kepada klien namun ia juga
tidak menutupinya.
5. Konselor memusatkan pada perubahan perilaku
tidak hanya menumbuhkan pengertian.
D. Unsur-unsur yang terlibat dalam konseling, Teori,
proses dan Riset dalam konseling
Unsur-unsur dalam konseling.
1. Konselor
Konselor adalah orang yang telah mempunyai
keterampilan untuk memberikan bantuan dalam konseling dan digabung dengan
pengetahuan yang telah di dapatkannya.
2. Klien
Klien pada umumnya adalah sebagai individu yang datang kepada konselor untuk
berkonsultasi dalam upaya mengatasi bermasalah yang dihadapi ( Suardiman, 1992
). Dalam tahap tertentu pada umumnya klien merasakan adanya
ketidakseimbanganjiwa yang dapat dirasakan sebagai penderitaan, kesakitan, atau
ketidakpuasan. Disamping itu biasanya mereka mengalami ketidaksesuaian antara
diri yang mereka kehendaki dan diri yang mereka alami sekarang. Masalah –
masalah yang dihadapi klien dapat dikelompokkan ke dalam masalah pribadi atau
masalah emosional dan masalah bukan pribadi atau masalah non emosional. Masalah
yang disebut masalah non emosional pada umumnya berasal individu yang kurang
pengetahuan, kurang pengalaman, atau kekurangan sumber - sumber penunjang,
contoh masalah non emosional antara lain : tidak dapat menentukan pilihan
jurusan, kurangnya informasi tentang kesehatan reproduksi, tidak mendapatkan
pekerjaan, dll. Walaupun masalah tersebut digolongkan kepada masalah non
emosional tetapi jika masalah itu tidak secepatnya diselesaikan mungkin akan
dapat menjadi sumber masalah emosional. Masalah emosional biasanya lebih
mendalam daripada non emosional. Contoh masalah emosional adalah : rendah diri,
merasa ditolak oleh sekitarnya, dll. Dan jika masalah emosional tersebut tidak
secepatnya diselesaikan maka akan dapat menyebabkan depresi (Suardiman, 1992)
3. Proses Konseling
Walaupun seorang klien yang datang belum tentu mempunyai tujuan untuk
menyelesaikan masalah, tapi memang yang sering terjadi adalah untuk tujuan
tersebut. Sehingga dalam proses konseling diharapkan konselor harus faham kondisi
– kondisi atau komponen – komponen bagi timbulnya pengubahan dari pribadi yang
bermasalah menjadi pribadi yang ideal. William dalam Suardiman (1992)
mengemukakan bahwa pribadi ideal adalah pribadi yang mampu menggunakan
kemampuan berfikir rasional untuk memecahkan masalah kehidupan secara
bijaksana. Dapat memahami kekuatan serta kelemahan dirinya serta mampu dan mau
mengembangkan potensi positifnya secara penuh. Selain itu diharapkan kemudian
mereka dapat memiliki motivasi untuk meningkatkan atau menyempurnakan diri,
memiliki kontrol diri untuk menyeleksi pengaruh yang baik dan yang buruk, serta
dapat menyesuaikan diri di tengah – tengah masyarakat.
Metode atau teori yang digunakan dalam konseling
1. Metode Direktif
Metode
direktif merupakan metode yang berpusat pada konselor. Konselor yang
mempergunakan metode wawancara direktif membantu memecahkanpermasalahn klien
dengan cara sadar mempergunakan sumber – sumber intelektual klien. Tujuan utama
dari konseling ini adalah membantu klien mengubah tingkah laku emosionil,
impulsif dengan tingkah laku yang rasional. Dalam konseling direktif penting
mengadakan hubungan yang bersifat kemanusiaan. Hubungan kemanusiaan ini
mengandung sifat :
a.
Hubungan bersifat individual
b.
Konselor harus berusaha menempatkan diri pada klien
baik secar emosional maupun psikologis.
c.
Hubungan ini harus bersifat membantu
d.
Konseling ditekankan pada masa depan klien
e.
Konseling berpusat pada kehidupan, karenanya
konseling diarahkan untuk menolong klien dalam membentuk kehidupannya.
f.
Konseling ditujukan untuk membantu klien untuk
berfikir secara rasional mengenai dirinya dan mengenai perkembangan hidupnya.
Langkah –
langkah konseling direktif biasanya ada 6 langkah :
a.
Analisa, mengumpulkan data – data yang diperlukan untuk lebih mengerti keadaan
klien dari bermacam – macam sumber data.
b.
Sintesa, menerangkan dan mengatur data – data sedemikian rupa sehingga dapat
diketahui kekuatan – kekuatan dan kelemahan – kelemahan klien, dapat
menyesuaikan maupun tidak dapat menyesuaikan.
c .
Diagnosa, Kesimpulan mengenai sifat dan penyebab masalah yang ditunjukkan klien
d. Prognosa, meramalkan perkembangan masalah pada waktu yang akan datang
e.
Konseling, konselor bersama dengan klien membuat langkah – langkah yang dapat
membawa ke penyesuaian kembali dari klien
f. Follow
up, membantu klien dengan problem – problem baru atau problem lama yang kembali
dan menentukan keefektifan dari konseling yang telah dilakukan.
2. Metode
Non Direktif
Metode non direktif ini dipakai pertama
kali oleh Corsini dan kemudian disistimatisir dan dikembangkan oleh Carl
R. Rogers, berpusat pada klien. Tanggung jawab terhadap arah konseling
dipegang oleh klien tetapi konselor harus tetap memperhatikan emosi-emosi yang
timbul dari klien. Pengertian emosi dan perasaan klien merupakan kunci bagi
konselor untuk keberhasilan wawancara.
Penggunaan metode non direktif ini ada dasar –
dasar pendukungnya, yang dimaksud adalah :
a. Individu di dalam dirinya, mempunyai kapasitas, mempunyai pengertian
tentang aspek-aspek dirinya dan mengerti aspek hidupnya yang menyebabkan
ketidakpuasan, kecemasan, atau sakit dan juga mempunyai kapasitas dan tendensi
untuk mengatur kembali dirinya dan hubungannya dengan hidup ke arah aktualisasi
pribadi dan kemasakan dengan cara yang demikian rupa sehingga mengakibatkan
rasa enak.
b. Kapasitas itu akan terwujud bila konselor dapat menciptakan suasana
psikologis yang mempunyai sifat – sifat sbb :
1. Penerimaan klien sebagai seorang pribadi yang berharga, Secara terus – menerus berusaha untuk mengerti perasaan – perasaan klien
dan menerima komunikasi klien yang seperti dirasakan klien, tanpa ada usaha
untuk mendiagnosa atau merubah perasaan tersebut. Usaha terus – menerus untuk menunjukkan pengertian
empati. Empati
berarti konselor bisa mengerti, menghayati, dan merasakan sebagian yang dialami
klien.
c. Dihipotesakan bahwa dalam suasana psikologis yang penuh penerimaan,
pengertian dan tidak mengancam klien akan dapat mengatur kembali diri sendiri
pada tingkat dasarmaupun yang lebih dalam dengan cara dapat menghadapi hidup
dengan lebih terwujud, lebih masuk akal dan lebih memasyarakat maupun dengan
lebih memuaskan.
Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa dasar dari metode non direktif
ini adalah suatu pendapat bahwa ada kekuatan atau kemampuan tertentu dalam diri
individu untuk tumbuh dan berkembang sehingga klien dapat menemukan kondisi –
kondisi yang terdapat di dalam kenyataan. Karenanya konselor lebih pasif,
individu diterima sepenuhnya dalam keadaan atau kenyataan yang bagaimanapun,
bebas mengekspresikan diri dan perasaannya.
Salah satu yang termasuk metode non direktif ini adalah metode Client
Centered. Sebuah teori yang didasari oleh pandangan bahwa individu adalah
makhluk yang sadar dan rasional, sehingga dianggap mampu dan bertanggung jawab
dalam mengenbangkan kepribadian sendiri. Konseling dengan client centered
lebih menekankan peranan konseling sendiri dalam proses konseling. Apapun
keputusan yang diambil klien adalah sepenuhnya hak dari klien dimana konselor
hanya sebagai alternatif solusi, selebihnya klien sebagai pengambil keputusan.
Pendekatan client centered difokuskan pada tanggungjawab dan kesanggupan klien
untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih penuh. Klien
sebagai orang yang paling mengerti tentang dirinya adalah orng yang harus
menemukan tingkah laku yang lebih pantas bagi dirinya.
Tujuan dasar metode Client centered ini adalah menciptakan iklim yang kondusif
bagi usaha membantu klien untuk menjadi seseorang yang berfungsi penuh.
Fungsi dan peran terapis berakar pada cara – cara keberadaannya dan sikap –
sikapnya, bukan pada penggunaan teknik – teknik yang dirancang untuk menjadikan
klien “berbuat sesuatu “. Jadi terapis membangun hubungan yang membantu dimana
klien akan mengalami kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasi area-area
hidupnya yang sekarang diingkari sehingga menjadikan lebih terbuka terhadap
kemungkinan – kemungkinan yang ada dalam dirinya.
Enam kondisi yang kondusif bagi terciptanya iklim psikologis yang layak dimana
klien akan mengalami kebebasan yang diperlukan adalah :
1. Dua orang berada dalam hubungan psikologis
2. Orang pertama yang akan kita sebut sebagai klien ada dalam keadaan tidak
selaras, peka, dan cemas.
3. Konselor dalam keadaan selaras
4. Konselor memberikan perhatian positif tak bersyarat dari klien
5. Konselor merasakan pengertian yang empatik terhadap kerangka acuan
internal klien dan berusaha mengkomunikasikan perasaannya ini pada klien.
6. Komunikasi pengertian empatik dan rasa hormat yang positif tak bersyarat
dari terapis kepada klien setidak tidaknya dapat dicapai.
Proses berjalannya konseling
Konseling
sebagai proses berarti konseling tidak dapat dilakukan sesaat. Butuh proses
yang merupakan waktu untuk membantu klien dalam memecahkan masalah mereka, dan
bukan terjadi hanya dalam satu pertemuan. Permasalahan klien yang kompleks dan
cukup berat, konseling dapat dilakukan beberapa kali dalam pertemuan secara
berkelanjutan
Konseling yang lengkap meliputi lima proses, yaitu
: Proses pengantaraan, penjajagan, penafsiran, pembinaan, dan
penilaian/pengembangan. Sasaran kelima prose situ adalah gatra-gatra yang ada
pada diri individu (klien) berkenaan dengan tingkah lakunya yang bermasalah
dengan segenap latar belakang dan sangkut pautnya.
1. Pengataran
Proses pengantaran, mengantarkan klien memasuki kegiatan konseling dengan
segenap pengertian, tujuan dan asas yang menyertainya. Proses pengantaran ini
ditempuh melalui kegiatan penerimaan yang bersuasana hangat. Permisif, dan
KTPS, serta penstrukturan. Apabila proses awal ini sukses, klien akan mampu
menjalani proses konseling, selanjutnya dengan hasil yang lebih menjajikan.
2. Penjajagan
Proses penjajagan dapat diibaratkan sebagai membuka
dan memasuki ruangan sumpek atau hutan belantara yang berisi gatra-gatra klien
bersangkut-paut dengan perkembangan dan permasalahannya. Sasaran penjajagan
adalah hal-hal yang dikemukakan klien dan hal-hal lain yang perlu dipahami
tentang diri klien. Sasaran ini berada dalam lingkup masidu, likuladu dan
pancadaya yang terlukis didalam pengalaman klien dalam proses perkembangannya.
Seluruh sasaran penjajagan ini adalah berbagai gatra yang selama ini terpendam,
tersalah artikan dan atau pun terhambat pengembangannya pada diri klien.
3. Penafsiran
Apa yang terungkap melalui penjajagan merupakan
berbagai gatra yang perlu diartikan. Gatra-gatra klien itu perlu diketahui
ADD-nya secara tepat dan diberikan ADL-nya secara positif, dinamis dan tepat
pula. Gatra yang besar dipecah dan diurai menjadi gatra-gatra yang lebih kecil,
sebaliknya sejumlah gatra digabung dan dirangkum menjadi gatra yang kebih luas;
gatra yang satu dikaitkan dan dilihat relevansinya dengan gatra atau
gatra-gatra lainya. Hasil proses penafsiran ini pada umumnya adalah aspek-aspek
KSA dan KMA pada diri klien dengan jelas, tepat dan terjangkau segi-segi
dinamikanya. Dalam rangka penafsiran ini, upaya diagnosis dan pronologis dapat
memberikan manfaat yang berarti.
4. Pembinaan
Proses pembinaan ini secara langsung mengacu kepada
pengentasan masalah dan pengmbangan diri klien. Upaya pembinaan diarahkan bagi
terwujudkan KMA yang telah dihasilkan melalui proses interprestasi. Arah dan
sasaran jangka pendek dan langsung pembinaan ialah berkembangkannya
masidu yang lebih memandirikan dan membahagiakan klien dan
lingkungannya secara produktif. Dengan berbagai teknik khusus dalam konseling
sasaran jangka pendek itu didorong pencapaiannya. Lebih jauh, sedapat-dapatnya
proses konseling hendaknya mampu menyentuh likuladu yang basar pengaruhnya
terhadap kehidupan klien. Karena likuladu pada umumnya tidak dapat langsung
terjangkau oleh proses konseling yang terwujud dalam pertemuan tatap muka
antara klien dan konselor. Pembinaan terhadap masidu dan likuladu itu
diharapakan juga meningkatkan pancadaya klien. Melalui pembinaan dalam
konseling gatra-gatra lama diproses menjadi gatra-gatra baru yang lebih
memungkinkan berfungsinya energy pada diri klien secara optimal.
5. Penilaian
Upaya pembinaan melalui konseling diharapkan
menghasilkan hal-hal ataupun perubahan yang berguna bagi klien. Khususnya
berkenaan dengan masidu. Lebih konkrit lagi, hasil-hasil tersebut hendaknya
berapa meningkat dan semakin efektifnya WPKNS bagi kehidupan klien dalam
lingkungannya. Kadar perubahan yang terjadi pada diri klien dapat diungkapkan
atau dinilai segera menjelang diakhirinya proses konseling, dalam jangka pendek
beberapa hari kemudian, atau dalam jangka waktu yang lebih panjang. Ketika
proses konseling akan segera diakhiri misalnya, konselor dapat menanyakan
kepada klien beberapa hal yang merupakan buah dari proses yang baru
berlangsung, yaitu pengentasan atau informasi baru apa yang diperoleh klien,
bagaimana perasaan klien serta kegiatan apa yang akan dilakukan klien untuk
menintidaklanjuti hasil-hasil konseling yang telah tercapai. Sedangkan
penilaian pasca konseling yang lebih jauh, baik dalam jangka pendek maupun yang
lebih panjang, mengacu kepada pemecahan masalah dan perkembangan klien secara
lebih menyeluruh.
Setiap penilaian, baik diakhir proses konseling,
jangka pendek maupun jangka panjang perlu diikuti tidak lanjutnya demi
keberhasilan klien yang lebih jauh. Tindak lanjut itu dapat menyangkut perlu
diadakannya konseling lanjutan, penerapan pendekatan dan teknik-teknik lain
dalam proses konseling, ditampilkan materi bahasan yang baru dan/atau lebih
mendalam, dan lain sebagainya.
Research dalam konseling
Ada beberapa research dalam konseling adapun jenis action research ada
dua dua di antaranya adalah individual action research dan collaborative action
research (CAR). Jadi CAR bisa berarti dua hal, yaitu classroom action research
dan collaborative action research; dua-duanya merujuk pada hal yang sama.
Model Kurt Lewin menjadi acuan pokok atau dasar dari berbagai model
action research, terutama classroom action research. Dialah orang pertama yang
memperkenalkan action research. Konsep pokok action research menurut Kurt Lewin
terdiri dari empat komponen, yaitu : (1) perencanaan (planning), (2) tindakan
(acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Hubungan
keempat komponen itu dipandang sebagai satu siklus.
Model Kemmis & Taggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang
diperkenalkan Kurt lewin seperti yang diuraikan di atas, hanya saja komponen
acting dan observing dijadikan satu kesatuan karena keduanya merupakan tindakan
yang tidak terpisahkan, terjadi dalam waktu yang sama. Jadi, Suatu riset harus
dilakukan oleh konseling professional.
E. PENUTUP
1. Kesimpulan.
Dari
uraian diatas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa didalam konseling adanya
pendekatan-pendekatan yang berhubungan dengan psikologis, sehingga tidak heran
jika didalam konseling menemui hal-hal yang berkaitan dengan psikologis. Aspek
yang biasa dijumpai dalam proses konseling seperti aspek kognitif, emosi,
perkembangan dan sebagainya.
Didalam konselingpun terdapat komponen atau unsur guna terciptanya tujuan
dan proses yang baik. Dalam pelaksanaan konseling tidak bisa dilakukan dengan
menggunakan cara secapat-cepatnya melainkan dengan tahap-tahap dan teori yang
baik.
2. Saran
Untuk menyempurnakan
makalah ini, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca atau pihak yang
menggunakan makalah ini. Berpegang pada prinsip tidak ada gading yang tidak
retak dan tidak ada final dalam ilmu. Dengan kerendahan hati penulis menyadari
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, dengan senang hati kritik dan saran
dan pandangan dari berbagai pihak untuk menyempurnakan makalah ini. Atas
perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Surya,
M.H., Prof. DR. (2003). Psikologi Konseling. Bandung: C.V. Pustaka Bani
Quraisy.
Prayitno, Prof. DR. (1998). Konseling pancawaskita. Padang: program studi bimbingan dan
konseling fakultas ilmu pendidikan ikip padang.
S. Willis, Prof. DR. (2009). Konseling
individual teori dan praktek. Bandung: Alpabeta.
Surya mohamad, Prof. DR. (2003). Teori-teori
konseling. Bandung: C.V pustaka bani Quraisy.
Latipun. 2006. Psikologi
Konseling. Malang: UMM Pressn
Kutipan dari internet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar